Mahasiswa Universitas Nurul Huda

Tugas Mencari Hewan

Kamis, 3 Juli 2025 10:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Mata Kucing
Iklan

Dodo mencari hewan untuk tugas sekolah, tapi malah mengalami hari penuh kejutan, dari ayam warna-warni hingga kucing bernama Bimbim.

***

Panas terik matahari mulai membakar kulit Dodo yang coklat. Rambutnya yang kusut itu sudah bau matahari sejak tadi. Keringat di dahinya meluncur secara perlahan, kaos oblongnya juga turut basah karena keringat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Nyari apa toh Le? Dari tadi cuma liat-liat dagangan Bapak, mau beli ndak kamu itu?"

"Saya kesini nyari burung Pak," ucap Dodo. Ia cengengesan dan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

"Laa ini burung semua. Bapak kan jualannya burung? Burung apa yang kamu cari Cah Bagus?" Bapak itu menunjuk jualannya merasa kesal. Sepertinya ia sudah risih melihat penampilan Dodo yang sangat berantakan, apalagi sejak tadi berdiri di depan jualannya.

"Katanya Bapak jualan burung?" tanya Dodo.

"Loh, laa iya. Laah ini jualan saya"

"Tapi kok Angry Birds ndak ada Pak," ucap Dodo sembari menyelisik dagangan Bapak itu.

"Yongalah Le...Le..., memangnya kenapa kamu cari Angry Birds?" tanya Bapak itu sebelumnya tertawa mendengar pernyataan Dodo.

Dodo menjawab, "itu looh Pak, saya dikasih PR sama Pak Mukidi. Katanya besok itu suruh bawa hewan ke sekolah. Laah saya kan ndak punya hewan, jadi saya mikir bawa Angry Birds saja."

"Dengerin Bapak ya, Angry Birds itu bukan hewan. Kamu pasti sering main game ya? Ketahuan ini. Masih kecil itu jangan banyak mainan HP jadinya gini kan, mosok Angry Birds dikira hewan." Bapak itu menggeleng heran.

"Ya sudah, mending kamu beli saja dagangan Bapak."

"Ndak mau! Bapak juga bohong, saya masih kecil tapi ya tau kalau ini tuh ayam bukan burung Pak. Saya pernah beli ayam warna warni ini bareng si Mbok di pasar." Bapak itu langsung terdiam saat Dodo berbicara.

"Ya sudah kalau ndak mau beli, sana pergi saja. Masih kecil sudah berani sama orang tua," ucap Bapak itu bersungut-sungut. Dodo dengan sepeda merahnya langsung pergi meninggalkan penjual itu.

Dodo mengayuh semakin kencang sepedanya. Untuk anak seusia Dodo, panasnya matahari di siang bolong tidak akan terasa. Masa-masa kecil seperti inilah yang kadang sering dirindukan oleh para orang dewasa.

Dengan asik Dodo mengayuh sembari bergumam, "Bapaknya gimana toh. Sudah jelas-jelas itu ayam warna warni, tapi di tulisannya kok burung ajaib. Ajaib dari mana?"

Dodo mengayuh sepeda merahnya melewati lorong jalan. Seperti pembalap motor, ia meliuk kesana kemari membuat gaya. Sesekali ia ngetrel saat menemui polisi tidur. Tiba-tiba saja sepedanya berhenti, karena rem mendadak sepedanya sedikit ngepot.

Dodo menopang sepedanya menggunakan kedua kaki. Ia duduk di atas sepedanya yang berhenti, menunggu semut hitam lewat.

"Apa bawa semut aja yoo," gumam Dodo. Kemudian ia turun dari sepedanya, mendekatkan dirinya ke barisan semut.

Dodo menatap lekat semut-semut yang berbaris melintasi lorong jalan yang sempit ini. Semut-semut itu saling bersalaman saat bertemu kawananya yang sedang membawa butiran makanan. Entah kemana semut itu akan pergi, Dodo terus melihat barisan semut hitam itu.

"Dodo!" teriak teman-teman Dodo dari arah belakang. Dodo lantas berdiri dan mengucapkan, "Yoo!"

"Kamu lagi apa Do?" tanya Radu di atas sepedanya yang berhenti.

"Iya kamu lagi apa?" lanjut Rani, kembaran Radu. Anak kembar teman sekelas Dodo ini selalu bersama.

"Aku lagi nunggu semut lewat. Kasian kalau tak injek nanti pada mati," jawab Dodo sembari tersenyum.

"Oalahh," ucap Radu dan Rani.

"Kamu besok mau bawa hewan apa Do?" tanya Rani yang tengah duduk dibonceng Radu.

"Aku belum tahu mau bawa apa. Emangnya kalian mau bawa hewan apa?"

"Sapi! Kambing!" ucap Radu dan Rani bersamaan. Dodo kaget mendengarnya, Sapi? Kambing?

"Memangnya kalian bisa bawa sapi dan kambing? Kita kan masih kecil." Dodo bertanya keheranan. Ia kembali menaiki sepeda merahnya.

"Kalau aku sama Rani sih biasa angon. Jadi ya bisa laah bawa sapi sama kambing," jawab Radu berlagak. Tangannya bersedekap di dadanya.

"Kamu tahu Rajoo, Do? Itu looh yang anak Uncle Muthu. Dia masih kecil tapi bisa angon Sepi, malah Sepi nurutnya sama Rajoo." Radu menjelaskan. Dodo hanya mengangguk.

"Ya sudah, kami duluan ya. Soalnya disuruh Bapak beli susu buat kambingku yang baru lahiran. Anaknya kembar kayak kita loh Do," ucap Rani. Anak kembar itu langsung meninggalkan Dodo.

Wajah Dodo yang sejak tadi ceria, kini muram setelah mendengar perkataan Si Kembar. Radu dan Rani saja membawa sapi dan kambing, masak iya Dodo membawa semut, hewan sekecil itu? Sepertinya bukan pilihan yang tepat.

Dodo lantas melihat ke arah rombongan semut yang ternyata sudah menghilang. Kemudian ia melajukan sepedanya pelan, berharap hewan apapun itu bisa ia bawa ke sekolah besok.

Matahari semakin menunjukkan keganasannya. Dodo mampir membeli es cekek seribuan di warung makan kecil. Aaah, segar sekali saat tegukan pertama mengenai kerongkongan Dodo. Es cekek seribuan, Dodo habiskan di atas sepedanya yang berhenti di bawah pohon talok.

Pohon itu sedang berbuah, buahnya bulat-bulat kecil berwarna merah ketika masak. Ia akan meletus di mulut jika dikunyah, rasanya manis sekali. Ini adalah buah yang Dodo suka. Dulu sebelum rumahnya pindah, di depan rumah ada pohon talok. Dodo sering memanjatnya dan membuat rumah-rumahan pohon di sana.

"Kalau mau ambil saja Le," ucap Ibu penjaga warung saat melihat Dodo yang mendongakkan kepalanya melihat buah talok yang matang.

"Tapi pohonnya tinggi sekali Bu. Saya ndak bisa manjat kalau pohonnya tinggi, sama Si Mbok juga ndak boleh manjat pohon lagi." Dodo menjawab sembari menunjuk pohon talok yang besar dan tinggi untuk seukuran dirinya.

"Kalau mau ambil saja ya, halal. Di bawah dipan itu sepertinya ada galah, kalau mau ambil saja," tawar Ibu warung. Dodo mengangguk dan tersenyum saat ditawari buah talok kesukaannya itu. Namun hari ini bukanlah hari yang tepat untuk menikmati buah talok, sudah hampir setengah hari Dodo mencari hewan yang mau di bawa ke sekolah namun tak kunjung menemukan hewan yang tepat.

Setelah menghabiskan es cekek dan membuanganya di tempat sampah. Dodo melanjutkan pencariannya. Sudah hampir setengah hari mencari namun tak kunjung mendapatkannya. Dodo menarik napas panjang, Apa besok ndak usah berangkat sekolah aja yaa? Laah kalau ndak nemu begini bagaimana? Dodo bergumam. Kini Dodo melakukan pencarian dengan setengah hati, sedih rasanya. Sudah cuaca panas, uang saku habis buat beli es cekek seribuan, tidak kunjung juga mendapatkan hasil.

"MINGGIRRR!"

BRAKKK!

Aduhai, Dodo terserempet motor. Ban sepedanya lepas dan menggelinding di kejauhan. Beruntungnya Dodo tidak terluka parah, hanya siku dan lututnya yang sedikit tergores muka jalan. Sembari tertatih, Dodo mengambil ban sepeda depannya yang terlepas. Sepeda merah ini memang sudah butut, tapi jika tidak tertabrak tidak akan rusak seperti ini.

"Maaf yo Le ...," lirih Mas-mas yang mengendarai motor. "Lagian kamu yoo kalau naik sepeda ga hati-hati, jangan melamun Le kalau naik sepeda. Minggir ke sebelah kiri, jangan igal igul, geol-geol, kesana kemari," omel Mas pengendara.

Anak sekecil Dodo mana sadar jika dirinya salah. Ia hanya tahu kalau ia sudah melakukan hal yang benar. Hari ini juga ia merasa sudah minggir di sebelah kiri dan juga pelan-pelan naik sepeda, tapi masih saja diserempet, diomelin, sepedahnya rusak, dan juga tubuhnya terluka. Mata Dodo seketika memerah, ia hendak menangis namun ditahan sebisa mungkin.

Dodo diberi uang dua puluh ribu untuk sepedanya, kemudian ia kantongi uang itu. Apa yang nanti akan ia katakan kepada Bapak dan Si Mbok mengenai sepedanya. Ia seret sepeda itu, beruntungnya ban belakang masih utuh terpasang, sehingga Dodo tidak terlalu kesulitan menyeretnya.

Pukul 14.15, sudah lima belas menit Dodo menyeret sepeda. Kaos oblongnya begitu basah oleh keringat.

GERRR

MARRGGHH

GERRR

Dodo menghentikan langkahnya, ada dua ekor kucing yang siap adu kekuatan. Kucing berwarna abu-abu dan oren. Beberapa detik kemudian kucing itu benar-benar bertarung. Meliuk kesana kemari, mencakar, saling menghantam, meraung, mencabik hingga salah satunya terpental ke pagar salah satu rumah.

"Badasss!" ucap Dodo.

Tak lama kemudian sosok wanita keluar dari salah satu rumah dan melerai pertarungan sengit kucing itu. Yaah kenapa dilerai sih? Seru tauk, gumam Dodo.

"Dodo?" ucap wanita itu.

"Bu Julia, Assalamualaikum Ibu." Dodo menaruh sepedanya dan mendekatkan diri ke Bu Julia gurunya di sekolah lalu bersalaman.

"Sepedamu kenapa Do?" tanya Bu Julia.

"Dodo tadi ditabrak motor, Bu," jawab Dodo. Ia kemudian menceritakan kejadian yang dialaminya hari ini. Mulai dari bertemu penjual ayam yang mengaku menjual burung ajaib, bertemu semut, juga Radu dan Rani yang akan membawa sapi dan kambingnya, kemudian membeli es cekek dan ditawari buah kesukaannya, lantas kejadian pelik yang menimpa dirinya yaitu diserempet motor, dan berakhir di dekat rumah Bu Julia.

Bu Julia lantas membawa Dodo ke rumahnya. Mengobati luka Dodo yang ada di siku dan lututnya, sesekali ia menyengir kesakitan saat obat merah itu menetes di lukanya. Sebenarnya tidak terlalu parah, namun harus segera diobati agar tidak terinfeksi kuman.

"Jadi Dodo sedang mencari hewan untuk di bawa ke sekolah besok?" tanya Bu Julia sembari menutup luka Dodo menggunakan perban.

"Iya Bu." Dodo mengangguk.

"Kalau Dodo mau, Ibu ada kucing banyak jadi tidak masalah jika salah satunya untuk Dodo," ucap Bu Julia begitu lembut. Seketika Dodo tersenyum lebar dan mengangguk riang begitu saja.

Benar sekali, Bu Julia memiliki banyak kucing. Salah satu kucing yang bertarung tadi adalah milik Bu Julia. Ada sekitar sepuluh kucing, tiga yang besar dan tujuh yang masih kecil-kecil. Dodo begitu senang saat Bu Julia menyerahkan kucing kecil berwarna abu-abu dan berbulu tebal kepadanya. Ia telah menemukan hewan yang cocok untuk dibawa ke sekolah besok. Hewan ini tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, jadi sangat cocok.

"Dodo mau kasih nama kucingnya apa? Kucing ini belum Ibu kasih nama loo," ucap Bu Julia. Sejenak Dodo berpikir, nama apa yang cocok untuk kucing barunya ini.

"Bimbim ... Dodo mau kasih nama kucing ini Bimbim, Bu Julia. Bagus atau tidak Bu?"

"Iyaa, bagus." Bu Julia tersenyum.

"Dodo mau tanya Bu. Kenapa kucing itu berkelahi? Soalnya Dodo takut kalau Bimbim berkelahi, dia kan masih kecil Bu." Dodo mengelus kucing barunya itu.

"Oohh ... kucing berkelahi itu kerena ada alasannya Dodo. Kalau masih kecil seperti Bimbim ini, biasanya bertarung hanya untuk main-main saja. Tapi kalau sudah besar, biasanya bertarung untuk memperebutkan wilayah, kalau sudah besar juga semakin agresif jadi mereka sering bertarung," jelas Bu Julia

"Ya sudah sekarang Dodo pulang biar Ibu yang antar. Nanti sepeda Dodo biar diperbaiki dulu di bengkel depan ya," tawar Bu Julia. Beruntung sekali, setelah kejadian hari ini yang dialami Dodo sangat pelik, namun masih ada orang baik yang menolong.

***

Keesokan harinya, dengan diantar Si Mbok menggunakan motor ke sekolah, karena sepedanya yang rusak belum jadi, dengan hati yang senang Dodo membawa Bimbim, kucing abu-abu pemberian Bu Julia. Sedangkan teman-temannya ada yang membawa kelinci, katak, burung, ayam dan jangan lupa, Radu dan Rani benar-benar membawa sapi dan kambing. Dodo tertawa saat sapi dan kambing Radu dan Rani terlepas dari ikatan dan menyusahkan warga sekolah, termasuk Pak Mukidi. Untuk masalah sepeda beres, saat Dodo diantar ke rumah, Bu Julia bantu menjelaskan sehingga masalah tidak terlalu panjang.

 

SELESAI

Bagikan Artikel Ini
img-content
Vella Julia

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Tugas Mencari Hewan

Kamis, 3 Juli 2025 10:39 WIB
img-content

Sebiduk Sehaluan

Kamis, 3 Juli 2025 10:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content

Doa

Jumat, 10 Oktober 2025 09:38 WIB

img-content
img-content
img-content
img-content

Harapan

Senin, 6 Oktober 2025 19:35 WIB

Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content

Doa

Jumat, 10 Oktober 2025 09:38 WIB

Lihat semua